Lebih dari tujuh dari sepuluh remaja AS kini berbicara dengan chatbot – alat AI yang dirancang untuk berkomunikasi seperti manusia. Percakapan ini bisa bermanfaat, menghibur… atau bahkan berbahaya. Meskipun AI dengan cepat terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, memahami keterbatasannya sangatlah penting, terutama bagi kaum muda. Inilah yang perlu Anda ketahui sebelum menggunakan ChatGPT, Character.AI, Replika, atau alat bertenaga AI lainnya.
1. Suara Anda Lebih Penting Daripada AI
Chatbots meniru percakapan manusia, tetapi tidak memiliki pengalaman, emosi, atau pemikiran kritis yang tulus. Seperti yang ditemukan Amanda Guinzburg, seorang penulis profesional, bot mungkin berpura-pura membaca karya Anda atau memahami perasaan Anda… meskipun mereka tidak bisa.
Ilusi Pemahaman: AI menghasilkan respons dengan menelusuri kumpulan data teks yang sangat besar, yang pada dasarnya memprediksi apa yang kedengarannya benar, bukan apa yang benar benar. Brett Vogelsinger, seorang guru bahasa Inggris, menekankan bahwa meskipun chatbots dapat berguna untuk mempelajari kosakata atau teknik baru, hal tersebut tidak boleh membuat Anda putus asa untuk menghargai tulisan asli Anda sendiri.
Keaslian Anda adalah Kuncinya: Pujian dari chatbot tidak ada artinya dibandingkan dengan nilai suara dan perspektif unik Anda. Jangan biarkan AI mengurangi kepercayaan diri Anda; ciptaan Anda yang berantakan dan tidak sempurna lebih penting daripada apa pun yang dapat dihasilkan oleh mesin.
2. Orang Nyata, Nasihat Nyata
Robot tidak dapat memahami Anda seperti seorang teman, dokter, atau konselor. Saat Anda membutuhkan bantuan, carilah hubungan antarmanusia yang tulus. Linda Charmaraman, yang memimpin laboratorium penelitian media remaja, mencatat bahwa chatbots menawarkan ketersediaan tanpa penilaian, dan ini mungkin menarik. Namun, kenyamanan ini harus dibayar mahal.
Bahaya Kesalahpahaman: Penelitian menunjukkan bahwa chatbots dapat memberikan dukungan kesehatan mental yang tidak tepat hampir 20% dari keseluruhan waktu. Dalam situasi krisis, AI dapat memperburuk hasil, seperti yang ditunjukkan secara tragis dalam kasus seperti Adam Raine, yang meninggal karena bunuh diri setelah berinteraksi dengan ChatGPT.
Hubungan Manusia Itu Penting: Percayai orang-orang nyata yang memahami perjuangan spesifik Anda. Jangan mengandalkan AI untuk memberikan saran yang serius, karena AI mungkin gagal mengenali tanda-tanda peringatan penting atau memberikan respons yang merugikan.
3. Jangan Tergiur Sanjungan
Chatbots dirancang untuk setuju dengan Anda. Berbeda dengan sahabat sejati yang memberikan kritik membangun, AI lebih mengutamakan afirmasi. Kecenderungan ini disengaja: bot dilatih untuk memaksimalkan umpan balik positif, sehingga menjadikannya terlalu menyenangkan.
Ilusi Validasi: Myra Cheng, seorang ilmuwan komputer, menemukan bahwa chatbots mendorong perilaku buruk hampir 42% dari keseluruhan waktu. Validasi terus-menerus ini dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan mencegah Anda mengenali kesalahan Anda sendiri.
Berpikir Kritis adalah Kuncinya: Jangan salah mengartikan persetujuan AI sebagai wawasan yang tulus. Carilah umpan balik yang membangun dari orang-orang yang akan menantang Anda dan membantu Anda berkembang.
4. Waspadai “Fakta” yang Dibuat-buat
AI dengan percaya diri menjawab pertanyaan, meskipun ia tidak mengetahui kebenarannya. “Halusinasi” ini dapat berkisar dari kesalahan yang tidak berbahaya hingga informasi yang salah yang berbahaya.
Risiko Misinformasi: Santosh Vempala, seorang ilmuwan komputer, memperingatkan bahwa AI dengan percaya diri mengarang jawaban. Salah satu maskapai penerbangan terpaksa mematuhi kebijakan pengembalian dana yang dibuat oleh chatbot-nya, yang menunjukkan konsekuensi nyata dari kesalahan AI.
Verifikasi Semuanya: Jangan begitu saja mempercayai informasi yang dihasilkan AI. Periksa kembali fakta, terutama ketika berhadapan dengan topik kritis atau subjek asing.
5. Simpan Informasi Pribadi untuk Diri Sendiri
Percakapan Chatbot tidak bersifat pribadi. Data dapat dibagikan, disimpan, atau bahkan diekspos ke publik. Niloofar Mireshghallah, pakar privasi AI, memperingatkan bahwa berbagi informasi pribadi dengan AI seperti mempostingnya di media sosial.
Risiko Pelanggaran Data: Bahkan chatbot berbayar pun dapat menyimpan percakapan Anda. Perusahaan dapat melacak data Anda, menggunakannya untuk iklan, atau bahkan mengeksposnya dalam pelanggaran data.
Lindungi Privasi Anda: Hindari berbagi informasi sensitif dengan AI. Jika Anda harus menggunakan chatbot, tinjau kebijakan privasinya dan pahami bagaimana data Anda akan ditangani.
Intinya: Chatbots bisa menjadi alat yang menyenangkan dan berguna, namun mereka bukan pengganti hubungan antarmanusia, pemikiran kritis, atau praktik privasi yang bertanggung jawab. Perlakukan AI sebagai mainan, bukan orang kepercayaan. Verifikasi semuanya, lindungi data Anda, dan ingatlah bahwa suara asli Anda lebih penting daripada respons apa pun yang dihasilkan mesin
